Kamis, 07 Februari 2013

Kisah Nabi dan Sepohon Kurma


KISAH NABI  DAN SEBATANG POHON KURMA



Semula dahulu, Masjid Nabawi di kota Madinah itu dibangun dengan sederhana. Langit-langit atapnya hanya terdiri dari sambungan pelepah yang telah diikat. Dibawahnya terdapat batangan pohon kurma tertata rapi yang tegak terpancang menopang kuat. Sedangkan lantainya hamparan tanah pasir yang cukup bersih terawat.

Di hari jum’at, setiap kali berkhutbah, Baginda Nabi saw. biasa berdiri sambil berpegangan pada sebatang pohon kurma yang berada di dekatnya.Tangan Baginda yang mulia telah berulang kali menyentuhnya, untuk sekedar memegang atau bersandar.

Rupanya hal itu –dengan kehendak Alloh Swt.– telah memberikan kesan yang teramat spesial bagi sebatang pohon tersebut. Kemuliaan Baginda, keagungan pribadinya dan kasih sayangnya yang luas, semua itu telah membuat pohon kurma tadi turut pula merasakan kebahagiaan yang tiada tara, merasakan kebanggaan yang tak tertandingi oleh setiap pepohonan, setiap benda-benda, bahkan oleh manusia sekalipun yang tak pernah bersentuhan dengan tubuh sang kekasih tercinta.

Suatu hari, seorang sahabat datang berkata kepada Baginda Nabi saw.,  ”Wahai Rasulullah,bagaimana jika kami membuatkan sebuah mimbar untukmu?”.”

“Jika memang kalian menghendaki, silahkan!”, jawab Baginda.

Maka para sahabat pun segera mencarikan rancangan, hingga dibuatlah sebuah mimbar. Kelak lembaran sejarah mencatatnya sebagai mimbar pertama dalam Islam.

Dengan diliputi rasa penasaran bercampur bahagia, para sahabat pun menunggu kesempatan itu tiba, kesempatan untuk menyaksikan peristiwa saat pertama kali Baginda Nabi saw berdiri menyampaikan khutbahnya di atas mimbar.

Tatkala Nabi tengah berkhutbah tiba- tiba terdengar suara tangis memilukan. Entah siapa dan dari mana suara itu berasal? Khalayak pun ramai, saling memandang, mencari tahu.

Dari atas mimbar, Baginda Nabi saw. beranjak turun menuju sebatang pohon kurma, pilar masjid yang tadinya beliau gunakan sebagai tempat untuk bersandar. Baginda mendekat, menyentuh, kemudian mendekapnya, hingga suara ratapan tadi hilang lengang, seakan memberi isyarat bahwa si pemiliknya telah tenang.

Orang-orang yang hadir masih menatap Baginda penuh tanya, seolah menanti penjelasan yang masih tersisa.

Beliau bersabda : “Pohon ini meratap karena rindu kepada dzikir yang dahulu biasa didengarnya”

Kemudian Nabi memberi pohon itu pilihan, apakah hendak dikembalikan fungsinya sebagai tempat bersandar dan berpegangan, ataukah dikubur dan menjadi pohon yang buahnya dimakan oleh para nabi serta orang-orang saleh di taman surgawi?

Pohon itu memilih yang terakhir.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar