KISAH NABI DAN SEBATANG POHON KURMA
Semula dahulu, Masjid Nabawi di kota Madinah itu dibangun
dengan sederhana. Langit-langit atapnya hanya terdiri dari sambungan pelepah yang
telah diikat. Dibawahnya terdapat batangan pohon kurma tertata rapi yang tegak terpancang
menopang kuat. Sedangkan lantainya hamparan tanah pasir yang cukup bersih terawat.
Di hari jum’at, setiap kali berkhutbah, Baginda Nabi saw. biasa
berdiri sambil berpegangan pada sebatang pohon kurma yang berada di dekatnya.Tangan
Baginda yang mulia telah berulang kali menyentuhnya, untuk sekedar memegang atau
bersandar.
Rupanya hal itu –dengan kehendak Alloh Swt.– telah memberikan
kesan yang teramat spesial bagi sebatang pohon tersebut. Kemuliaan Baginda, keagungan
pribadinya dan kasih sayangnya yang luas, semua itu telah membuat pohon kurma
tadi turut pula merasakan kebahagiaan yang tiada tara, merasakan kebanggaan
yang tak tertandingi oleh setiap pepohonan, setiap benda-benda, bahkan oleh
manusia sekalipun yang tak pernah bersentuhan dengan tubuh sang kekasih
tercinta.
Suatu hari, seorang sahabat datang berkata kepada Baginda
Nabi saw., ”Wahai Rasulullah,bagaimana
jika kami membuatkan sebuah mimbar untukmu?”.”
“Jika memang kalian menghendaki, silahkan!”, jawab Baginda.
Maka para sahabat pun segera mencarikan rancangan, hingga
dibuatlah sebuah mimbar. Kelak lembaran sejarah mencatatnya sebagai mimbar
pertama dalam Islam.
Dengan diliputi rasa penasaran bercampur bahagia, para
sahabat pun menunggu kesempatan itu tiba, kesempatan untuk menyaksikan
peristiwa saat pertama kali Baginda Nabi saw berdiri menyampaikan khutbahnya di
atas mimbar.
Tatkala Nabi tengah berkhutbah tiba- tiba terdengar suara
tangis memilukan. Entah siapa dan dari mana suara itu berasal? Khalayak pun
ramai, saling memandang, mencari tahu.
Dari atas mimbar, Baginda Nabi saw. beranjak turun menuju
sebatang pohon kurma, pilar masjid yang tadinya beliau gunakan sebagai tempat
untuk bersandar. Baginda mendekat, menyentuh, kemudian mendekapnya, hingga
suara ratapan tadi hilang lengang, seakan memberi isyarat bahwa si pemiliknya
telah tenang.
Orang-orang yang hadir masih menatap Baginda penuh tanya, seolah
menanti penjelasan yang masih tersisa.
Beliau bersabda : “Pohon ini meratap karena rindu kepada dzikir yang dahulu
biasa didengarnya”
Kemudian Nabi memberi pohon itu pilihan, apakah hendak
dikembalikan fungsinya sebagai tempat bersandar dan berpegangan, ataukah
dikubur dan menjadi pohon yang buahnya dimakan oleh para nabi serta orang-orang
saleh di taman surgawi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar